Pengelolaan Modal Kerja Melalui Kolaborasi UMKM

UMKM Kolaboratif, Solusi Potensial dalam Memulihkan Ekonomi | kumparan.com

Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang penting pada sebuah bisnis, termasuk bagi UMKM. Keberhasilan pengelolaan modal kerja akan berpengaruh terhadap profitabilitas dan keberlangsungan usaha.

Jika sebuah UMKM dapat mengelola modal kerja dengan baik, pengelolanya akan terhindar dari melakukan pinjaman/pembiayaan terus-menerus, mengakibatkan rendahnya biaya modal sekaligus harga pokok barang yang diproduksi sehingga dapat berdaya saing. Sumber pembiayaan konvensional bagi UMKM dapat berasal dari lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank.

Sumber pembiayaan itu menimbulkan asimetri informasi dari lembaga keuangan yang tidak diketahui oleh UMKM sebagai debitur. Terdapat sumber pembiayaan lain bagi UMKM, seperti pembiayaan rantai pasokan, dan pembiayaan yang bersifat sosial yang bersumber dari program CSR perusahaan, dan lainnya.

Menurut hasil penelitian Song, H, et al (2020), pembiayaan rantai pasokan mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan kemungkinan bagi UKM untuk meningkatkan modal kerja. Interaksi antara kemampuan operasional UKM dan keterikatan jaringan akan secara bersama-sama meningkatkan ketersediaan modal kerja UKM.

Berdasarkan pecking order theory (Myers dan Majluf, 1984), sebuah perusahaan biasanya di awal usaha akan lebih berfokus menggunakan pendanaan internal. Namun, seiring perjalanan usaha yang membutuhkan pendanaan lebih besar, utang menjadi pilihan pertama.

Kondisi ini pun terjadi pada UMKM di Indonesia pada saat usaha sudah mulai berkembang. Pendanaan eksternal melalui utang ke lembaga keuangan menjadi pilihan UMKM untuk mencukupi kebutuhan modal kerja. Pendanaan eksternal diharapkan dapat meningkatkan kinerja UMKM, tapi harus diimbangi dengan strategi usaha agar produk yang dihasilkan diminati dan diketahui oleh pasar sehingga penjualan semakin meningkat.

Pembiayaan modal kerja normalnya dalam jangka pendek, termasuk ke dalam utang lancar dengan maksimum jangka waktu adalah 1 tahun. Diharapkan pembiayaan ini bisa mencukupi satu siklus produksi dan pada siklus berikutnya UMKM sudah mampu membiayai modal kerja dari keuntungan yang diperoleh atau dari biaya produksi.

Dengan UMKM menjaga biaya produksi yang masuk ke dalam nilai penjualan untuk dipergunakan kembali memproduksi, maka pada periode berikutnya tidak perlu melakukan pembiayaan modal kerja kembali. Hal ini akan terus berlangsung dan kembali akan melakukan pembiayaan jika kapasitas produksi meningkat akibat tingginya permintaan pasar.

Pemenuhan kebutuhan modal kerja selain melalui lembaga keuangan, dapat pula dilakukan jika UMKM saling berkolaborasi. Sejak Covid-19, penjualan UMKM yang melek teknologi dilakukan secara online dan bermunculan Whatsapp group dengan anggota pelaku UMKM, grup dagang perumahan satu kompleks dan lainnya. Hal ini mempercepat proses penjualan produk UMKM sekaligus mengefisienkan waktu dan biaya.

Dengan pola seperti itu, sebagian UMKM dapat terjaga kebutuhan modal kerjanya. Selain pola tersebut, antar-UMKM juga berkolaborasi dalam penyediaan bahan baku, proses penjualan, bahkan proses pengantaran kepada konsumen akhir. Pola ini akan terjadi pada UMKM yang pelakunya memiliki jiwa kewirausahaan karena melihat WA group ini adalah sebuah pasar baru, baik untuk pasar bahan baku, maupun pasar produk akhirnya.

Pola kolaborasi antar-UMKM dalam operasionalnya dapat meminimalkan risiko dan mempercepat perputaran persediaan yang pada akhirnya meningkatkan penjualan. 

SUMBER:

https://www.republika.id/posts/45398/pengelolaan-modal-kerja-melalui-kolaborasi-umkm